Kamis, 08 April 2021

Memahami Teori Relasi Wacana dan Kuasa dalam Kontestasi Merebut Kebenaran Partai Demokrat

 

Memahami Teori Relasi Wacana dan Kuasa

dalam  Kontestasi Merebut Kebenaran Partai Demokrat

Oleh : Jufriyanto

Akhir-akhir ini semua media elektronik dan media cetak memberitakan kemelud  partai demokrat yang terjadi akibat terselenggaranya Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat yang diselenggarkan pada hari jum’at di The Hill Hotel Sibolangit, Deli Serdang Sumatera Utara  yang menetapkan Moeldoko sebagai Ketua Umum terpilih di acara tersebut. Isu yang menarik untuk dibahas adalah tentang legalitas Kongres Luar Biasa (KLB) yang tidak mendapat restu dari Susilo Bambang Yudoyono (SBY) selaku Ketua Majelis Tinggi yang beliau pimpin di partai demokrat dan tidak sesuai dengan AD/ART yang ada di partai demokrat untuk menyelenggarakan Kongres Luar Biasa (KLB), sedangkan dari kubu yang menyelenggrakan Kongres Luar Biasa (KLB) menganggap sah dan bisa dipertanggung jawabkan karena juga berdasarkan pada AD/ART yang dibuat di tahun sebelumnya.

Namun isu ini menjadi perhatian publik karena ada wacana yang di glontorkan di berbagai media sosial akan keikutsertaan pemerintah untuk mengambil alih partai demokrat dengan terpilihnya Moeldoko sebagi Ketua Umum terpilih di acara tersebut, mengingat Moeldoko masih menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan diperiode kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Wacana ini sudah dipahami oleh banyak orang telah tereduksi dan terdogma dalam sertiap pemikiran yang membacanya, bahwa generalisasi konseptual percakapan dalam setiap moralitas dan konteks komunikasi di media elektronik dan media cetak telah  menyita waktu beberapa media untuk memberitakan sesuatu yang terfokus pada kepentingan integritas dan leglitas partai. Padahal ada banyak kasus atau problematika bangsa yang lebih  penting untuk di informasikan ke halayak umum agar ada makna tersirat yang harus dipahami dan di sadari oleh gerasi selanjutnya.

Perlu diketahui, setiap wacana yang diisukan diranah publik  bukan serta merta sekedar proposisi makna, melainkan produktifitas kekuasaan dibalik proses penyebarannya. Sehingga antara wacana dan kekuasaan memiliki hubungan yang sangat erat, dengan artian setiap pemikiran dan proposisi yang kita nyatakan secara implied meaning merupakan suatu wacana yang sudah di reproduksi serta ditanamkan dalam diri kita. Sehingga perlu dipahami bahwa wacana tidak hanya sekumpulan pernyataan yang berbeda dalam ungkapan ataupun  proposisi dalam pembincangan sehari-hari, melainkan pernyataan (enouncement) yang memiliki intensitas kuat dengan relasi kuasa dengan pengetahuan yang melahirkan wacana.

Wacana memang sering diberdayakan dalam retorika politik karena politik selalu membahas tentang kekuasaan dan legislasi, sehingga contoh diatas adalah bentuk pernyatan subjektif yang merujuk pada kelompok dan individu tertentu yang ingin berkuasa melalu wacana tersebut. Foucault menempatkan wacana sebagai praktik sosial dalam relasi kuasa, membongkar sejarah, formasi pemikiran, standarisasi, konvensi, dll. tanpa terjebak dalam substansi, keterpusatan dan klaim otoritatif.

Wacana bekerja tidak sendirian, ada banyak unsur ideologis yang di jalankan sehinga  ia menyebar secara tidak sadar melalui aparat ideologis, misalnya beberapa berita di media yang memberitakan kasus internal partai demokrat menjadi isu  nasional sehingga  hadir secara masif di berbagai media yang kita ikuti. Ingat..!!! Derrida mengungkapkan teori logika kehadiran dan tidak hadiran. Yang kita baca selama ini hanya logika kehadiran yang menyatakan ada “Agensi” tentang ukuran kepantasan bagi mereka untuk ditampilkan, bukan sebaliknya. Itu adalah realitas manipulatif yang membuat kita tergiring pada opini subjektif dalam wacana tersebut, Sehingga yang awalnya seluruh media fokus akan pemberitaan COVID-19 yang sedang melanda bangsa, mejadi fokus terhadap wacana subjektif dari personal partai dan penguasa yang kuran efektif untuk dibahas.

Setiap wacana yang di viralakan memiliki unsur subjektifitas yang kuat dari yang membuat wacana tersebut. Ada banyak ribuan contoh wacana yang di glontorkan oleh individu, kelompok ataupun penguasa yang secara subjektif menjadikan wacana teesebut sebagai isu nasional. Padahal jika mu ditelusuri, itu hanya isu yang ingun menguntungkan salah satu pihak yang dengan sengaja membuatnya. Mari kita sadari bahwa wacana itu tidak netral dan selalu memiliki untus ideologis dan kepentingan. Maka kita harus berpikir secara general tentang segala sesuatu yang telah disebar luaskan di berbagai media  dan sengaja diberitakan berulang-ulang dalam kehidupan kita,  semua itu tidak merujuk pada kebenaran yang paling objektif atau kebenaran sesuai fakta, melainkan kebenaran yang sesuai dengan pihak yang memiliki kepentingan. Dan dengan relasi kuasa, pihak yang memiliki kepentingan  akan bekerja sama untuk mewujudkan dalam praktek sosial. Karena dengan relasi kuasa merupakan kunci akan sosok yang mewakili kebenaran tersebut.

Senin, 05 April 2021

LAHIR SUBUH

 Saat adzan subuh berkumandang

Sosokku dilahirkan dari rahim dan keluarga yang sangat awam

Lahir pada tahun reformasi yang menjadi catatan sejarah untuk perbaikan negeri

Diumur yang bertambah ini

Semoga ada kebaikan yang semakin bertambah

Sejak umur 9 tahun selalu berada diperantauan

Hingga tidak pernah merayakan dirumah bersama orang tua

Setiap hari selalu memberi kabar dalam bentuk suara

Tidak seperti keluarga moderen yang bisa bersua lewat WA

Suara yang selalu didengar canda tawa dan nasehat

Semoga beliau berdua selalu dalam lindungan Allah

Dan semoga Allah menyayangi beliau berdua

Sebagaiman beliau berdua menyayangiku di waktu kecil

Doamu selalu mengiringi langkahku

Ridhomu selalu menjadi bekal dalam hidupku

Jember, 27 Maret 2021

Minggu, 04 April 2021

Mempertahankan Modernisasi Dan Melepas Moralitas Sekuler Saat Pandemi COVID-19

Mempertahankan Modernisasi Dan Melepas Moralitas Sekuler Saat Pandemi COVID-19

Modernisasi menjadi suatu kata yang sering dituju oleh manusia  di era revolusi 4.0 saat ini. Manusia yang hidup dengan fasilitas kecanggihan teknonlogi  sering mencari legalitas modern dengan tingkah laku yang berlebihan, sehingga mereka tidak secara sadar bahwa dengan tingkah laku yang mereka perbuat  melenceng dari yang dimaksud dengan modernisasi. Jika melihat dari istilah yang dibuat, kata Modern secara bahasa berasal dari kata latin ‘moderna’ yang artinya sekarang , baru, atau masa kini. Jadi, ketika milhat asal kata dari modern dapat dikatakan bahwa sebenarnya manusia senantiasa hidup modern senyampang kekinian masih menjadi kesadarannya.

Ironisnya  yang dianggap modern adalah mereka yang mecontoh dunia barat, baik dari segi penampilan hingga etika tanpa memfilter mana yang baik dan mana yang buruk. Sehingga banyak sekali kasus-kasus atau persoalan social yang disadari atau tidak, manusia di zaman ini seakan-akan bangga dengan kasus-kasus atau persoalan social  yang mereka buat karena ingin melegalkan dirinya sebagai manusia modern.

Aksin Wijaya yang sering saya panggil Mas Aksin (Pendiri UKPK IAIN Jember) menulis pemikiran Prof Faisal Islamil tentang kritik yang beliau tuju kepada barat dan mendefinisikan  ulang istilah modernisasi sesuai dengan ilmu pengetahuan yang beliau peroleh di tingkat local dan internasional salah satunya adalah Departement Of Middle East languages and Cultures, Columbia University, New York dan Institute Of Islamic Studies, McGill University, Montreal, Kanada.

Dalam buku Visi Pluralis-Humanis Islam Faisal Ismail dijelaskan bahwa istilah modernisasi  secara simantik dan wacana lebih berorientasi ke masa depan yang lebih baik, sehingga semua orang yang mempunyai harapan ke arah yang lebih baik memilih modernisasi segala bidang kehidupan: social, budaya, sains dan teknologi. Sedangkan westernisasi sendiri mempunyai pengertian pem-Baratan yaitu mencontoh, mengambil alih mengadaptasi filsafat hidup, pandangan hidup, cara hidup dan nilai-nilai Barat. Sehingga dalam proses westernisasi ini terkandung proses sekularisasi yang memisah cara hidup hal-hal yang duniawi dari hal-hal yang agamawi.

Proses sekuralisasi inilah yang sedang kita jalani dan kita terapkan di dalam kehidupan sebagai wasilah atau jalan untuk memperoleh legalitas formal agar diakui sebagai manusia modern, Padahal itu sangat berbeda dan jauh jika dibndingkan dengan istilah modernisasi yang disebut dalam buku ini. Hal ini terjadi mungkin  karena manusia di era ini lebih dahulu menerima kecanggihan teknologi tanpa memahami akan orientasi hadirnya teknologi tersebut agar difungikan secara maksimal sesuai dengan kadar kemanfaatnnya.

Merebaknya COVID-19 atau yang sering kita dengar dengan nama Virus Corona adalah sebuah refleksi bagi kita agar tidak selelu terbaratkan baik dari segi pergaulan, etika, tradisi dan  beberapa hal yang berkaitan dengan kehidupan social. Memang dengan adanya wabah ini semuanya menutup diri secara fisik dengan harapan bisa terhindar dari ancaman COVID-19.  Tapi disisi lain, ini adalah momentum yang tepat untuk bisa instropeksi / bermuhasabah akan tindakan yang telah kita lakukan akhir-akhir ini telah melebihi orang-orang barat serta  melunturkan etika kita sebagai warga yang hidup di Negara yang penuh dengan etika dan menjunjung tinggi moralitas manusia.

Harus bisa disadari bahwa hadirnya modernisasi bukan untuk mengeneralisir segala kehidupan kita sehingga tidak bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk, antara yang benar dan yang hoax, antara  pejuang dan pecundang  serta antara budak dan penguasa. Semua itu jika dibingkai dengan konteks pemikiran orang modern akan lebih baik dan bisa menjadikan diri kita progresif, karena manusia modern adalah orang yang mempunyai sikap independen, kritis dan progeresif serta selalu dibingkai dengan nilai-nilai yang humanis sehigga moralitas sekuler tidak lagi ada dalam diri manusia modern.

Potret sistem pendidikan di Indonesia

 

Gw : " Ibu, buat apa sich kita mempelajari bab ini ?"
Guru : " ohh untuk ngasah otak aja"
Gw : *Cuma bisa tersenyum miris*

Bagi yang pernah atau sedang mengunyah pendidikan, pernah ngak mengalami hal tersebut ? Atau yaa.... setidaknya berfikir " buat apa sih belajar ini dan itu? Gunanya aja gw gak tau. Emang dimasa depan nanti akan gw pakek gitu?" Atau yang sedikit lebih ekstrim seperti " gw mau masuk sistem informasi. Kenapa tesnya pakek ada pelajAran kimia segala ?"

LUCU BANGET NGAK SIH.............?

Menurut gw ni ya, secara sistemik, penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sebenarnya sudah cukup baik, terlepas dari PR lama pemerintah tentang kualitas pendidikan di daerah-daerah pelosok negeri ini. Tapi secara moral terdapat kekurangan yang sangat besar dalam penyelenggaraannya. Kali ini gw hanya bisa menyoroti tingkat pendidikan yang pernah gw lalui yaitu, tingkat SD, SMP, SMK dan untuk tingkat universitas gw belum bisa mengomentari karena belum merasakan sistemnya secara utuh.

Terdapat dua poin penting yang menjadi kekurangan sestem pendidikan Indonesia saat ini. Pertama masih rendahnya rasa cinta terhadap Ilmu Pengetahuan yang para pelajar Indonesia miliki. Kedua rasa ingin tau yang memicu mereka untuk mengeksplorasi Ilmu Pengetahuan lebih dalam juga masih rendah. Kenapa bisa begitu ? Penyebabnya adalah verbalisme yang terdapat pada sistem pendidikan kita saat ini.

Pendidikan yang terselenggara di Indonesia lebih mengedepankan hapalan dan bukannya pemahaman, menyukai formulasi bukannya substansi. Lebih mengagungkan prestasi belajar bukan tradisi ilmiah. Hal inilah yang oleh para pakar pendidikan disebut verbalisme dalam pendidikan. Yaitu " Statement of meaning, the student seen like learn but he does not learn" Pernyataan kosong dari makna, kelihatannya siswa belajar mata pelajaran tetapi sebenarnya mereka tidak belajar (witherington & burton, 1986:97).

Hal tersebut menyebabkan para pelajar di Indonesia ini lebih mementingkan nilai dibandingkan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi, tidak aneh bila saat ini banyak pelajar Indonesia hafal suatu rumus tapi tidak pernah tau apa aplikasinya, mereka juga hafal nama para sastrawan dan karyanya tetapi tidak pernah membaca karya sastra apalagi apa lagi mengapresiasinya. Mereka tahu bagaimana mengkonversi suatu derajat Farenhait Ke derajat Celcius tetapi tidak pernah tau bagaimana cara menggunakan Thermometer. Mereka tau istilah fotosintesis tapi tisak npernah mengamatinya, mereka hafal tanggal-tanggal bersejarah, mereka tahu tentang reboisasi tapi tak pernah sekalipun belajar menanam pohon dan merawatnya. Kalau SDM-nya begitu, bagaimana Indonesia mau maju ?.

Yang bangsa ini butuhkan bukanlah pelajaran- pelajaran pintar. Yaitu pelajar-pelajar yang secar akademis memiliki nialai yang baik. Yang kita butuhkan adalah pelajar-pelajar yang merupakan bibit dari para pembelajar dan para ilmuan Pembelajar......

Guyon : Tuhan Telah Hilang

 

Di suatu desa didaerah batak ada kakak beradik bernama Ucok dan Poltak, mereka terkenal bandel, saking badelnya semua orang didesa selalu mengaitkan semua kejadian kejadian kriminal dengan mereka, mulai dari maling ayam hingga judi. Ibu mereka pusing melihat kelakuan keduanya, dan membawa mereka ke pendeta.

 

Dipanggillah mereka satu-persatu mulai dari Ucok.

Pendeta : Cok, Ibu kau sudah tua, tak kasian kau lihat dia....?

Ucok diam, sambil ngupil tidak menjawab.

Pendeta bertanya dengan senyum " kau tahu Tuhan dimana.....???"

Ucok cuek, pendeta masih sabar walau mulai kesal.

Sekali lagi dia bertanya " Ucok kau tahu Tuhan dimana......?"

 

Ucok mulai bingung dan menelan ludahnya dan menatap tajam ke arah pendeta.

Pendetapun mulai emosi, dengan suara keras dan membentak, dia bertanya lagi "Tuhan ada dimana cok....!!!!!!!!.?"

Ucok berteriak sambil lari keluar ketakutan " aku tidak tau"

 

Di pintu keluar dia bertemu dengan Poltak

Poltak : "kenapa kau cok....? Pucat kali muka kau...? Pak pendeta pulang apa...?"

Ucok : "gawat bang....! Tuhan hilang, Pak Pendeta pikir kita yang curi.....!!!!

Puisi : Moderenisasi

 

Moderenisasi mengubah tampilan masa kini

Yang awalnya jadul menjadi gaul

Yang awalnya kampung menjadi moderen

Yang awalnya kolot menjadi kekinian

Yang awalnya santun menjadi biadab

Yang awalnya agamis menjadi skepti

Yang awalnya jilbab jadi you can she

Yang awalnya sosial jadi individual

 

Moderenisasi mengubah tampilan masa kini

Yang waras jadi gila

Yang ikhlas jadi khianat

Yang agama jadi politik

Yang damai jadi tikai

Yang rukun jadi tawur

 

Semua di rubah oleh moderenisasi

Sangat gampang mereka mengubah manusia masa kini

Bagaikan membolak-balikan tangannya orang yang tak bergengsi

Mereka sakan-akan menjadi budak moderenisasi

 

Seandainya manusia berfikir logis

Moderenis bukan ajang untuk menjadi anarkis

dengan itu pula mereka melawan insting yang intuitis

Tak ubahnya manusia beryopeng iblis

Iblis yang sangat anarkis

Iblis yang menjadi pengingkar dari kalangan agamis

Bahkan sangat ironis

Kaum agamis yang seharusnya berlaku etis

Sekarang berubah menjadi iblis

 

OH TUHAN IRONIS SEKALI KEHIDUPAN INI........

Puisi : Terhipnotis dengan Moderenisasi

 

Entah apa lagi yang aka dilakukan oleh manusia ini

Berbagai teknologi canggih telah menguasai nya

Seakan akan akan mereka terhipnotis oleh nya

Sungguh luar biasa......

Dalam sekejab, mesin mesin tak punya hati itu menguasainya

Dan dalam sekejab pula meraka berubah

Moral dan etika sudah banyak ditinggalkan

Mereka lebih menghargai budaya dan gaya kebarat-baratan

Oh tuhan mungkinkah aku akan lepas dari semua ini

Menjadi budak yang terhardik dalam kesengsaraan teknologi

kumohon agar engkau memberikan jalqn petunjuk untuk kami

Lahaula walakuwata illa billah

Puisi : Bila kutitipkan salamku padamu

 

Bila kutitipkan salamku padamu
Mungkinkah kau akan menyampaikannya
Bila kutitipkan salamku padamu
Aku akan sampaikan salam padanya bahwa aku sangat merindukannya
Bila kutitipkan salamku padamu
Aku akan sangat bahagia bila dia membalas nya
Bila kutitipkan salamku padamu
Maka akan ku tunggu sampai dia mau membalasnya

Heh......! Tapi sayang beribu kali sayang
Kau tak sampaikan padanya
Sehingga dia tak tau bahwa aku sangat merindukannya
Lalu kapan kau akan menyampaikan salam ini
Karena apa kau tak sampaikan salam ini
Apa mungkin aku punya salah padamu....?
Apa mungkin aku punya dosa padamu......?
Sehingga kau tak mau sampaikan salam ini padanya..!

Kasih ku merindukanmu
Sedah lama sekalia akau tak melihatmu
Sehingga aku sampai tak tau lagi seelok apakah dirimu saat ini
Tapi yakinlah walau aku tak mengenalimu lagi
Hati ini tetap milikmu....

Trimakasih

JALAN MENIKUNG MEMIMPIN UKPK DI ERA PANDEMI

 

Jalan Menikung Memimpin UKPK di Era Pandemi

Oleh : Jufriyanto

Jufriyantojuev@gmail.com

Saudara, dalam menghadapi COVID-19 tentunya memerlukan kejernihan berpikir dan ketenangan bersikap. Tentunya menghadapi sebuah episode ketidakpastian memang tak semudah yang sedang di angan-angankan sebelum pandemi. Tetapi, semua ini akan menjadi mudah apabila seorang pemimpin memberikan inovasi yang bisa menyesuaikan diri  di era pamdemi. Kepemimpinan benar-benar diuji saat ada krisis. Di masa pandemi COVID-19  akan terlihat pemimpin mana yang betul-betul bisa bekerja, atau yang hanya bisa bicara. Dalam kondisi ini, tentu saja ada bahaya yang mengintai. Tapi, yang tak kalah penting, selalu ada peluang-peluang baru yang bisa dimanfaatkan.

Tidak bisa dipungkiri, tahun 2020 adalah tahun krisis. Sejak berdirinya UKPK, UKM ini sudah mengemban amanah morlaitas keilmuan di kampus untuk selalu menyadarkan mahasiswa agar selalu berpikir kritis dan selalu berupaya menjadi mahasiswa yang bisa mengemban amanah Tri Fungsi-nya dengan baik. Peran seorang pemimpin dalam mewujudkan visi dan misi organisasi secara dejure dan defacto akan selelu mengalami tantangan yang berbeda-beda. Dalam situasi dan kompleksitas masalah di dunia keilmuan dan organisasi di kampus, kepemimpinan periode 2019-2020  tiba-tiba diperparah dengan wabah penyakit corona virus. Efek krisisnya segera kita rasakan saat beberapa agenda dan pengkaderan warga yang tidak maksimal dilaksanakan secaratatap muka. Semua nya harus banting setir ditranformasikan secara online.

Dampak di sektor lain segera menyusul. Berbagai perusahaan besar dan instansi yang beroperasi secara global untuk bekerjasama dengan UKPK menghentikan program kerjasamanya jika tidak berbasis COVID-19 dan banyak kegiatan keilmuan yang akan terganggu. Bagi UKPK, krisis sebenarnya sudah berjalan sebelumnya. Turunnya sikap kritis mahasiswa IAIN Jember dan kurangnya minat terhadap dunia membaca, menulis dan meneliti menjadi persoalan yang sangat penting bagi UKPK untuk segera menyadarkan mahasiswa yang hidonis dan pragmatis tersebut. Akibatnya, pertumbuhan budaya keilmuan dikampus stagnan, sehingga prograsifitas kampus yang maju secara kuantitas SDM dan Pembangunan gedung tidak bisa diimbangi oleh kualitas SDMnya.

 

Jalan Menikung 1 : Menajadi Pemimpin Multidemensi di Era Pandemi

Kalau situasi krisis sekarang ini disikapi lagi dengan cara yang sama, maka periode 2019-2020 mungkin kita harus tetap "bersyukur" dengan keadaan stagnansi kultul keilmuan yang sama atau lebih rendah. Kalau cuma bisa mengajak bersyukur, bukan pemimpin namanya. Ini situasi krisis, Ada kesempatan yang bisa kita manfaatkan di sini. Masalahnya, akankah kita memanfaatkannya? Akankah seorang pemimpin mengambil langkah-langkah untuk memanfaatkan situasi krisis ini?. Tentunya bagi kami di UKPK mengambil peluang itu dengan baik, sehingga banyak hal yang kami lakukan saat pandemi. Kerjasama dengan berbagai instansi kami mulai kembali dengan mengadakan forum diskusi dan penelitian yang progresif. Bahkan hipotesis kami, konsistensi forum diskusi yang dilaksanakan secara virtual oleh UKPK melebihi kekonsistenan kampus dalam mengadakan forum diskusi.

‘ala kulli hal.... atas beberapa inovasi yang kami lakukan di UKPK selama pandemi, pertannyaan selanjutnya. Bagaimana dengan para pejabat yang lain di kampus..? apakah sudah melakukan inovasi sistem yang berbasis krisis di masa COVID-19 ? adakah kesamaan antara pemimpin-pemimpin tersebut sehingga kita dapat mengenali dimensi-dimensi yang paling dibutuhkan dalam menghadapi situasi pandemi ?. Jangankan para petinggi di kampus, bahkan pada level Kepemimpinan negara selama setahun belakangan memperlihatkan adanya perubahan corak kepemimpinan yang paling dibutuhkan oleh setiap organisasi, yaitu menguatnya pemimpin-pemimpin yang memiliki kapabilitas multidimensi. Di level negara, kita bisa melihat kemunculan pemimpin dengan kapasitas yang multidimensi seperti pemimpin Jerman, Selandia Baru, China, sampai dengan pemimpin di negara-negara Skandinavia. Demikian juga kepemimpinan pada level organisasi  yang secara umum terlihat menonjol dalam mengelola dan menghadapi masalah yang muncul akibat pandemi. Ada beberpaha tips yang ingin kami sampaikan kepada pembaca dalam menghadapi, terutama kepa pejabat di tingkat ORMAWA untuk menajdi pemimpin multidimensi.

Pertama, yang paling utama adalah kemampuan merencanakan dan melakukan manuver perubahan yang dapat diikuti oleh seluruh individu di dalam organisasi. Mereka adalah pemimpin yang dapat menjelaskan apa rencana yang akan mereka buat, dan apa saja yang harus disiapkan menghadapi setiap perubahan-perubahan yang terjadi sewaktu-waktu. Kemampuan merencanakan memerlukan pengetahuan dan pengalaman yang lengkap tentang bagaimana organisasi dalam sistem bekerja, sehingga ia dapat memastikan bahwa setiap perencanaan dapat diterjemahkan sampai dengan level paling rinci.

Kedua, adalah pemimpin yang mampu berkomunikasi lebih sering dengan hasil yang efektif. Setiap masalah kecil, dalam abnormalitas, dapat menimbulkan efek kejut yang tidak disangka-sangka. Dia bisa membelokkan situasi kepada arah yang paling tidak diinginkan, tetapi juga sekaligus bisa mempercepat rencana yang sudah disusun dapat dijalankan secara efektif. Kemampuan berkomunikasi menjadi vital, dan sistem komunikasi yang dibangun harus mampu memberikan ruang kepada pemimpin-pemimpin tersebut untuk menginformasikan lebih sering dan lebih dini tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Ketiga adalah pemimpin yang berbela rasa tinggi. Pemimpin dengan sifat atau karakteristik berbela rasa tinggi sangat dibutuhkan dalam situasi krisis seperti pandemi yang kita hadapi hari ini. Sebagaimana dinyatakan di atas, perubahan yang terjadi secara drastis memerlukan sensitivitas yang tinggi untuk dapat dikelola dengan baik.

 

Jalan Menikung 2: Lika-Liku dan Luka-Luka Memimpin UKPK

            Teringat dengan sebuah pepatah “Pemimpin itu tidak lahir dari rahim biologis, melainkan ditempa secara ideologis” dengan artian semua manusia berhak akan kepemimpinan yang mereka miliki untuk terus mengasah dan membuat kisah yang bagus dalam memimpin versi mereka masing-masing. Era Pandemi Covid-19 memiliki tantangan tersendiri dalam menghadapi komplesitas keterpaksaan untuk melaksanakan kegitan berbasis Daring (Dalam Jaringan) bukan Luring (Luar Jaringan).

            Di masa pandemi COVID-19 kami mengalami krisi yang menahun dan berkepanjangan hingga akhir kepengurusan. Bahakan kami harus menambah beberapa bulan untuk proses regenerasi kepemimpinan di UKPK. Tidak hanya itu, krisis anggaran yang hanya mengandalkan dana operasional dari kampus harus dimaksimalkan untuk proses peberdayaan warga UKPK yang didominasi dengan krisi moniter dn krisis teknologi. Ketidaksiapan kami menghadapi pandemi mengalami gejala yang sangat fatal, selama beberapa pekan kegiatan dan peroses kaderisasi di UKPK berhenti secara masif. Tidak ada yang dapat kami lakukan, kami hanya bisa terdiam sambil meratapi nasib organisasi yang tidak menentu arahnya. Tapi sebagai seorang pemimpin yang harus siap menghadapi krisis apapun, kami melakukan koordinasi dengan pengurus dan penasehat serta pembina bahkan pendiri untuk segera berbenah.

            Merubah sikap dan pola pikir di era pandemi menjadi modal awal  untuk melanjutkan kegiatan yang sempat tertunda. Pandemi Covid-19 adalah peluang sekaligus tantangan. Dikatakan peluang karena strategi dan kebijakan  dalam menghadapi sekaligus menangani persoalan menjadi kesempatan membuktikan kompetensi serta kualitas kepemimpinan di tingkat internal dan eksternal organisasi. Tidaklah mudah untuk mencari solusi saat pandemi. Tetapi, tidak mudah bukan berarti tidak akan muncul solusi yang efektif untuk melaksanakan kegiatan di era pandemi. Pada setiap organisasi, baik bisnis maupun birokrasi, bahkan pemimpin pada level negara-bangsa, mereka yang dapat menunjukkan kapasitas tersebut di ruang publik akan memperoleh kesempatan yang lebih besar untuk menjadi pemimpin besar ketika pandemi sudah berangsur-angsur normal seperti yang sekarang sudah mulai kita rasakan.

Perbaikan Akidah Menurut Ibnu Rusyd: Pemikiran yang Relevan Hingga Kini

 Akidah atau keyakinan adalah hal mendasar yang membentuk identitas spiritual dan pandangan hidup seseorang. Dalam sejarah pemikiran Islam, ...