BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat desa dan kota dari dahulu memiliki sesuatu daya tarik untuk diteliti lebih dalam. Banyak aspek-aspek yang menarik perhatian dan hubungan antara desa dan kota tanpa disadari sangat kuat dan penting untuk dipahami secara lebih mendalam. Dari permasalahan-permasalahan dalam masing-masing masyarakat kelompok urban dan rural mendapatkan perhatian dan memiliki sesuatu yang menarik.
Bukan hanya mengenai permasalahan yang ada dalam kedua kelompok tersebut tetapi masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui apa itu kelompok urban dan kelompok rural. Melihat kenyataan tersebut perlu dibuat sebuah pembahasan yang sistematis yang mampu menjelaskan seperti apa komunitas rural dan urban yang terjadi disekitar masyarakat.
Proses-proses terbentuknya masyarakat urban dan rural cukup menarik untuk diamati dan dapat mengetahui bagaimana solusi yang diberikan akibat munculnya kesua kelompok tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulisan makalah diatas, dalam keterbatasan masalah di atas adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dinamakan Masyarakat Kota?
2. Ada berapakah ciri-ciri Masyarakat Kota?
3. Bagaimana struktur pemetintahan kabupaten/ kota?
1. Apa yang dinamakan Masyarakat Kota?
2. Ada berapakah ciri-ciri Masyarakat Kota?
3. Bagaimana struktur pemetintahan kabupaten/ kota?
BAB II
PEMBAHASAN
Kota adalah pusat kehidupan masyarakat untuk berprilaku dan mengisi aktivitasnya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan profesinya Oleh karena itu beberapa pendapat para ahli mengenai kota Max Weber mengemukkan bahwa kota adalah penghuninya sebahagian besar telah mampu memenuhi kebutuhan ekonominya di pasar lokal. Menurut Max Weber ciri Kota adalah adanya pasar, dan sebagai benteng serta mempunyai Sistem hokum dan lain-lain tersendiri, dan bersifat kosmopolit menyatakan bahwa Kota adalah Sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai oleh strata sosial ekonomi yang heterogen serta corak matrialistis, atau dapat diartikan sebagai benteng budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemutusan penduduk yang cukup besar dan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya. Menurut peraturan Menteri Dalam Negeri republic Indonesia No. 4/1980 menyatakan bawa kota adalah wadah yang memiliki batasan administrative wilayah seperti Kota madya dan Kota administrasi. Masyarakat perkotaan memiliki sifat individual, egois, materialistis penuh kemewahan yang dikelilingi oleh gedung-gedung yang tinggi, perkantoran yang dan pabrik-pabrik yang besar sehingga banyak orang yang mengasumsikan bahwa kota adalah tempat merubah nasib untuk mencapai kesuksesan. Dengan demikian di perkotaan terbuka lapangan kerja dimana terdapat banyak kelompok pegawai, buruh maupun pekerja disektor informal (PKL) Masyarak tukang becak, tukang sapu jalanan, pemulung dan pengemis. dan lain sebagain ya Oleh karena itu apabila ditelusuri di perkotaan ternyata banyak pemukiman kumuh Secara sosiologis pola hubunga dalam suatu kesatuan masyarakat Industri, bisnis dan wiraswasta dan lainnya terjadi dalam struktruktur yang lebih kompleks. Sebaliknya secara fisik kota dinyatakan melalui gedung-gedung yang mewah, kemacetan kendaraan yang cukup padat, kesibukan waga, persaingan yang tinggi serta polusinya dan sebagainya. Masyarakat di perkotaan kehidupannya yang heterogen serta individual dan terjadi persaingan yang tinggi namun sering kali terjadi pertentangan atau konflik Ada asumsi yang menyatakan bahwa masyarakat perkotaan sangat pintar, kreatif dalam berpikir dan bertindak dan mudah menerima perubahan meskipun masih ada masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan.
Beberapa ciri-ciri sosial kehidupan masyarakat kota, antara lain:
1. Pelapisan Sosial Ekonomi
Perbedaan tingkat pendidikan dan status sosial dapat menimbulkan suatu keadaan yang heterogen. Heterogenitas tersebut dapat berlanjut dan memacu adanya persaingan, lebih-lebih jika penduduk di kota semakin bertamba h banyak dan dengan adanya sekolah-sekolah yang beraneka ragam terjadilah berbagai spesialisasi di bidang keterampilan ataupun di bidang jenis mata pencaharian.
2. Individualisme
2. Individualisme
Perbedaan status sosial-ekonomi maupun kultural dapat menimbulkan sifat “individualisme”. Sifat kegotongroyongan yang murni sudah sangat jarang dapat dijumpai di kota. Pergaulan tatap muka secara langsung dan dalam ukuran waktu yang lama sudah jarang terjadi, karena komunikasi lewat telepon sudah menjadi alat penghubung yang bukan lagi merupakan suatu kemewahan. Selain itu karena tingkat pendidikan warga kota sudah cukup tinggi, maka segala persoalan diusahakan diselesaikan secara perorangan atau pribadi, tanpa meminta pertimbangan keluarga lain.
3. Toleransi Sosial
Kesibukan masing-masing warga kota dalam tempo yang cukup tinggi dapat mengurangi perhatiannya kepada sesamanya. Apabila ini berlebihan maka mereka mampu akan mempunyai sifat acuh tak acuh atau kurang mempunyai toleransi sosial. Di kota masalah ini dapat diatasi dengan adanya lembaga atau yayasan yang berkecimpung dalam bidang kemasyarakatan.
4. Jarak Sosial
Kepadatan penduduk di kota-kota memang pada umumnya dapat dikatakan cukup tinggi. Biasanya sudah melebihi 10.000 orang/km2. Jadi, secara fisik di jalan, di pasar, di toko, di bioskop dan di tempat yang lain warga kota berdekatan tetapi dari segi sosial berjauhan, karena perbedaan kebutuhan dan kepentingan.
5. Pelapisan Sosial
Perbedaan status, kepentingan dan situasi kondisi kehidupan kota mempunyai pengaruh terhadap sistem penilaian yang berbeda mengenai gejala-gejala yang timbul di kota. Penilaian dapat didasarkan pada latar belakang ekonomi, pendidikan dan filsafat. Perubahan dan variasi dapat terjadi, karena tidak ada kota yang sama persis struktur dan keadaannya.
Suatu hal yang perlu ditambahkan sebagai penjelasan ialah pengertian mengenai istilah “neighborhood”. Dalam pengertian “neighborhood” terkandung unsur-unsur fisis dan sosial, karena unsur-unsur tersebut terjalin menjadi satu unit merupakan satu unit tata kehidupan di kota. Unsur-unsurnya antara lain gedung-gedung sekolah, bangunan pertokoan, pasar, daerah-daerah terbuka untuk rekreasi, jalan kereta api, jalan mobil dan sebagainya. Unsur-unsur tersebut menimbulkan kegiatan dan kesibukan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, sesungguhnya “neighborhood” ini sudah tidak merupakan hal baru bagi kita. Dalam kota terdapat banyak unit atau kelompok “neighborhood”, karena “neighborhood” ini dibatasi oleh beberapa persyaratan tertentu, antara lain:
Lingkungan ini terbatas pada jarak pencapaian antara seseorang dengan toko atau sekolah, misalnya dapat dilakukan dengan jalan kaki.
Bila seseorang terpaksa harus memakai kendaraan, maka pekerjaannya tidak perlu melalui lalu lintas yang ramai dan padat.
Dari segi jumlah penduduk, maka satu unit “neighborhood” didiami oleh 5.000 sampai 6.000 orang. Untuk tempat-tempat di Indonesia angka ini tentu tidak akan sama dan mungkin akan menunjukkan angka yang lebih besar.
Sebuah unit “neighborhood” dapat terbentuk kalau terjadi jalinan dan interaksi sosial diantara warga kota sesamanya. Unit atau kelompok “neighborhood” ini dapat terjadi dengan sendirinya, tetapi dapat juga terjadi dengan suatu perencanaan pembangunan kota, yaitu dengan merencanakan daerah-daerah lingkungan kehidupan yang khusus dan memenuhi persyaratan praktis dan menyenangkan. Bertambahnya penghuni kota baik berasal dari dari penghuni kota maupun dari arus penduduk yang masuk dari luar kota mengakibatkan bertambahnya perumahan-perumahan yang berarti berkurangnya daerah-daerah kosong di dalam kota. Semakin banyaknya anak-anak kota yang menjadi semakin banyak pula diperlukan gedung-gedung sekolah. Bertambah pelajar dan mahasiswa berarti bertambah juga jumlah sepeda dan kendaraan bermotor roda dua. Toko-toko. Warung makan atau restoran bertambahnya terus sehingga makin mempercepat habisnya tanah-tanah kosong di dalam kota. Kota terpaksa harus diperluas secara bertahap menjauhi kota.
C. Struktur Masyarakat Perkotaan
1. Segi Demografi
Ekspresi demografi dapat ditemui di kota-kota besar. Kota-kota sebagai pusat perdagangan, pusat pemerintahan dan pusat jasa lainnya menjadi daya tarik bagi penduduk di luar kota. Jenis kelamin dalam hal ini mempunyai arti penting, karena semua kehidupan sosial dipengaruhi oleh proporsi atau perbandingan jenis kelamin. Suatu kenyataan ialah bahwa pada umumnya kota lebih banyak dihuni oleh wanita daripada pria.
Struktur penduduk kota dari semi umur menunjukkan bahwa mereka lebih banyak tergolong dalam umur produktif. Kemungkinan besar adalah bahwa mereka yang berumur lebih dari 65 tahun atau mereka yang sudah pensiun lebih menyukai kehidupan dan suasana yang lebih tenang. Suasana ini terdapat di daerah-daerah pedesaan atau sub urban
2. Segi Ekonomi
Struktur kota dari segi ini dapat dilihat dari jenis-jenis mata pencaharian penduduk atau warga kota. Sudah jelas bahwa jenis mata pencaharian penduduk kota adalah di bidang non agraris seperti pekerjaan-pekerjaan di bidang perdagangan, kepegawaian, pengangkutan dan di bidang jasa serta lain-lainnya. Dengan demikian struktur dari segi jenis-jenis mata pencaharian akan mengikuti fungsi dari suatu kota.
3. Segi Segregasi
Segregasi dapat dianalogkan dengan pemisahan yang dapat menimbulkan berbagai kelompok (clusters), sehingga kita sering mendengar adanya: kompleks perumahan pegawai bank, kompleks perumahan tentara, kompleks pertokoan, kompleks pecinan dan seterusnya. Segregasi ini ditimbulkan karena perbedaan suku, perbedaan pekerjaan, perbedaan strata sosial, perbedaan tingkat pendidikan dan masih beberapa sebab-sebab lainnya, Segregasi menurut mata pencaharian dapat dilihat pada adanya kompleks perumahan pegawai, buruh, industriawan, pedagang dan seterusnya, sedangkan menurut perbedaan strata sosial dapat dilihat adanya kompleks golongan berada. Segregasi ini tidak akan menimbulkan masalah apabila ada saling pengertian, toleransi antara fihak-fihak yang bersangkutan.
Segregasi ini dapat disengaja dan dapat pula tidak di sengaja. Disengaja dalam hubungannya dengan perencanaan kota misalnya kompleks bank, pasar dan sebagainya. Segregasi yang tidak disengaja terjadi tanpa perencanaan, tetapi akibat dari masuknya arus penduduk dari luar yang memanfaatkan ruang kota, baik dengan ijin maupun yang tidak dengan ijin dari pemerintahan kota. Dalam hal seperti ini dapat terjadi slums. Biasanya slums ini merupakan daerah yang tidak teratur dan bangunan-bangunan yang ada tidak memenuhi persyaratan bangunan dan kesehatan.
Adanya segregasi juga dapat disebabkan sewa atau harga tanah yang tidak sama. Daerah-daerah dengan harga tanah yang tinggi akan didiami oleh warga kota yang mampu sedangkan daerah dengan tanah yang murah akan didiami oleh swarga kota yang berpenghasilan sedang atau kecil. Apabila ada kompleks yang terdiri dari orang-orang yang sesuku bangsa yang mempunyai kesamaan kultur dan status ekonomi, maka kompleks ini atau clusters semacam ini disebut dengan istilah ”natural areas”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar